Berjilbab tetapi Berakhlak Buruk atau Tidak Berjilbab tetapi Berakhlak Baik
MANA YANG LEBIH BAIK:
Berjilbab tetapi Berakhlak Buruk atau Tidak Berjilbab tetapi Berakhlak Baik
”Lebih baik saya berjilbab hati dulu,daripada berjilbab tetapi hatinya tidak berjilbab.”
“Mendingan tidak usah berjilbab aja, daripada kaya si A berjilbab tapi masih sering berbuat maksiat.”
”Kalau belum siap berjilbab, mendingan ga usah pakai dulu!”
”Saya belum bisa memperbaiki perilaku saya, saya belum siap pakai jilbab jadi saya nanti aja pakai jilbabnya.”
”Saya sebenarnya pengen mamakai jilbab, tetapi masih belum siap.”
”Saya sebenarnya pengen mamakai jilbab, tetapi malu belum terbiasa.”
Mungkin kita sering mendengar perkataan2 seperti di atas atau yang sejenisnya.
Dimana pernyataan atau pandangan2 seperti di atas menjadikan seorang akhwat tidak atau menunda untuk berjilbab.
Tidak dapat dipungkiri bahwa ada di antara para muslimah yang sudah
memakai jilbab ada yang masih melakukan2 perbuatan yang tidak
mencerminkan moral atau akhlak islam.
Hal inilah yang kemudian memunculkan banyak pandangan2 di masyarakat yang berpendapat seperti di atas.
Mereka bersikap sinis dan pesimis terhadap jilbab. Salah satu pandangan
yang banyak kita jumpai di masyarakat adalah adanya pandangan yang
mengatakan bahwa ”Lebih baik kalau belum siap tidak usah pakai jilbab
dulu, daripada berjilbab tetapi masih melakukan perbuatan2 maksiat atau
berakhlak buruk”.
Pandangan inilah yang juga sering mengecoh
para muslimah sehingga menolak atau menunda melaksanakan kewajibannya
dalam mengenakan jilbab.
Kalau kita cermati pandangan semacam ini, kita bisa analisis sebagai berikut:
Ada dua pernyataan yang bisa kita tarik dari pandangan tersebut,yaitu:
1.Berjilbab tetapi berakhlak buruk
Para muslimah yang berjilbab tetapi masih banyak juga melanggar syariat-syariat islam yang lainnya.
2.Tidak berjilbab tetapi berakhlak
baik
Para wanita yang tidak atau belum berjilbab tetapi tidak melanggar syariat-syariat islam yang lainnya,kecuali jilbab.
Pandangan yang seperti di atas menganggap bahwa pernyataan (2) lebih baik daripada pernyataan (1).
Apakah benar demikian...?
Atau Manakah di antara kedua hal tersebut yang lebih baik..?
Jawabannya adalah tidak ada lebih baik dari dua hal tersebut.
Tidak ada yang lebih dari dua alternatif pelanggaran, karena dari keduanya memang tidak ada yang baik.
Ketika seorang muslimah telah baligh atau dewasa maka wajib baginya untuk berjilbab.
Adapun masalah moral atau akhlak itu adalah perkara yang lain dimana ada hukum tersendiri yang mengaturnya.
Mungkin yang harus kita imani terlebih dahulu adalah bahwasanya
berjilbab adalah kewajiban yang mutlak bagi seorang muslimah dewasa.
Banyak dalil-dalil tentang kewajibab berjilbab,
”Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mukmin: ’Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka’.Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu.Dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.”
[QS.Al Ahzab (33):59]
”Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya,dan janganlah
menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah
mereka,atau ayah suami mereka,atau putera-putera mereka,atau
putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau
putera putera saudara lelaki mereka,atau putera putera saudara perempuan
mereka,atau wanita wanita islam,atau budak budak yang mereka
miliki,atau pelayan pelayan laki laki yang tidak mempunyai keinginan
(terhadap wanita) atau anak anak yang belum mengerti tentang aurat
wanita.”
[QS.AnNur(24):31]
Sabda Rasulullah shallallahu’alahi wassalam yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari ’Aisyah,katanya:
”Hai Asmaa! Sesungguhnya perempuan itu apabila telah dewasa/sampai
umur,maka tidak patut menampakkan sesuatu dari dirinya melainkan ini dan
ini.” Rasulullah Shallahllahu’alaihi wassalam berkata sambil
menunjukkan muka dan kedua telapak tangan hingga pergelangan tangannya
sendiri.
Yang perlu diperhatikan juga adalah bagaimana menggunakan jilbab secara benar atau sesuai syar’i.
Karena kalau kita lihat di masyarakat, banyak para muslimah yang
mengunakan jilbab belum sesuai dengan kriteria-kriteria syariat.
Banyak kita dengar istilah ”jilbab gaul”, ”jilbab modis”, dan
sebagainya yang mungkin bisa saya katakan bahwa yang demikian itu tidak
bisa disebut dengan jilbab.
Oleh karena itu hendaknya setiap
muslimah yang memakai jilbab,pelajari bagaimana kriteria kriteria jilbab
yang sesuai dengan syariat.
Jilbab yang sudah dikenakan dengan
benar, insya Allah akan memberikan pengaruh besar untuk melakukan
kebaikan,sedangkan menanggalkannya bisa membuka peluang besar bagi
jalannya bermacam macam maksiat.
Karena pada dasarnya tidak
berjilbab merupakan kemaksiatan. Walaupun jilbab itu tidak menutup
kemungkinan negatif dan bukan menjamin kebaikan seluruhnya tetapi dampak
positif yang dicapai oleh wanita berjilbab jauh lebih baik dibanding
wanita yang tidak berjilbab.
Sebab wanita yang berjilbab itu
telah memperoleh sebagian dari kebaikan/keutamaan sedangkan kebaikan
lainnya harus dipenuhi dengan kewajibab lainnya.
Adapun kebaikan itu muncul dari pancaran ilmu, iman dan takwanya kepada Allah subhanahu wata’ala.
Lalu bagaimana dengan wanita yang belum berjilbab tetapi bukan karena
menolak melainkan menunda nunda dengan berbagai alasan seperti malu
masih belum terbiasa,belum siap,atau nanti saja dan lain-lain?
Bagi saudari saudariku yang masih menunda nunda berjilbab hendaklah menyadari bahwasanya umur dan ajal bisa datang kapan saja.
Kita tidak tahu kapan malaikat maut mencabut nyawa kita.
Apa tahun depan?
Bulan depan?
Besok?Atau mungkin satu jam lagi.
Ingatlah kematian saudariku yang datangnya tiba tiba.
Hendaknya kita segera bertaubat dan mulailah kenakan jilbab dengan benar.
Allah tidak akan menerima taubat seseorang ketika tiba ajalnya,dan ajal itu tidak akan dapat diundurkan atau dimajukan.
Rasulullah Shallallahu’alahi wassalam membenci orang orang yang merasa panjang umur, dengan sabdanya:
”Sesungguhnya yang paling aku takuti atas umatku ialah hawa nafsu yang masih merasa panjang umurnya.
Adapun hawa nafsu yang menyesatkan manusia dari kebenaran dan hawa
nafsu yang masih merasa panjang umurnya (panjang angan angan) semua itu
akan lupa pada hari akhir.”
Wallahu’alam
Semoga bermanfaat...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar