Jumat, 09 Agustus 2013
Senin, 05 Agustus 2013
Tata Cara Mandi Wajib (JUNUB)
* Beberapa keadaan yang diwajibkan untuk mandi junub :
1. Keluarnya Mani
Apakah karena syahwat atau karena sebab yang lainnya (mimpi basah). Hal
ini sebagaimana dinyatakan oleh Nabi Muhammad sallallahu alaihi wa
aalihi wasallam dalam sabda beliau sebagai berikut :
(tulis haditsnya di Syarah Shahih Muslim An Nawawi juz 4 hal. 30 hadits ke 81)
Dari Abi Sa’id Al Khudri dari Nabi sallallahu alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda :
"Hanyalah air itu (yakni mandi) adalah karena air pula (yakni karena keluar air mani".
(HR. Muslim dalam Shahihnya.)
Dalam menerangkan hadits ini Al Imam Abu Zakaria Muhyiddin bin Syaraf
An Nawawi menyatakan : "Dan Ma’nanya ialah : Tidak wajib mandi dengan
air, kecuali bila telah keluarnya air yang kental, yaitu mani".
2. Berhubungan Badan (Seksualitas Suami-Istri)
Baik keluar mani atau tidak keluar mani. Hal ini sebagaimana yang
dinyatakan Nabi Muhammad sallallahu alaihi wasallam dalam sabdanya
sebagai berikut :
(tulis haditsnya di Fathul Bari Ibni Hajar jilid 1 hal. 395 hadits ke 291)
Dari Abi Hurairah radhiyallahu anhu, dari Nabi sallallahu alaihi waalihi wasallam, bahwa beliau bersabda :
“Apabila seorang pria telah duduk diantara empat bagian tubuh perempuan
(yakni berhubungan seks) kemudian dia bersungguh-sungguh padanya (yakni
memasukkan kemaluannya pada kemaluan perempuan itu), maka sungguh dia
telah wajib mandi karenanya".
(HR. Bukhari dalam Shahihnya.)
3. Berhentinya Haid dan Nifas
4. Mati dalam Keadaan Muslim
Maka yang hidup wajib memandikannya.
Nah, Berikut Tata Cara Mandi Junub / Wajib yang Benar :
1. Mandi junub harus diniatkan ikhlas semata karena Allah Ta’ala dalam rangka menta’atiNya dan beribadah kepadaNya semata.
Niat Mandi Wajib
"Nawaitul Ghusla Liraf'il Hadatsil Akbari Fardhan Lillahi Ta’aalaa."
Artinya : ( di baca dalam hati! )
"aku niat mandi untuk menghilangkan hadats besar fardhu karena allah taala."
2.Membasuh Seluruh Anggota Badan. Pada saat membasuh anggota badan, ada beberapa hal yang disunatkan:
a.Mulailah dengan mencuci kedua tangan tiga kali.
b.Kemudian membasuh kemaluan.
c.Lalu berwudhu’ secara sempurna, seperti halnya wudhu’ untuk shalat. Mulai dari sebelah kanan.
d.Kemudian menuangkan air ke atas kepala sebanyak tiga kali sambil
menyelang-menyelangi rambut agar air sampai membasahi urat-uratnya. (ini
khusus membasahi kepala saja atau sama dengan seseorang membersihkan
rambutnya pakai shampo).
e.Lalu mengalirkan air keseluruh badan
dengan memulai sebelah kanan lalu sebelah kiri tanpa mengabaikan kedua
ketiak, bagian dalam telinga, pusar dan jari-jari kaki serta menggosok
anggota tubuh yang dapat digosok. Mengalirkan air sedikitnya tiga kali.
Selesai.
f.Khusus untuk perempuan yang berambut panjang tidak diwajibkan menguraikan rambutnya seperti laki-laki.
Bahwa seseorang perempuan bertanya kepada Rasul Allâh SAW: “Jalinan
rambutku amat ketat, haruskah diuraikan jika hendak mandi janabah?
”Rasul Allâh SAW menjawab: “Cukuplah bila engkau menuangkan ke atasnya
air tiga kali, kemudian engkau timbakan ke seluruh tubuhmu. Dengan
demikian engkau telah suci.” (HR. Ahmad, Muslim, dan Tirmidziy).
Semua aturan ini berdasarkan pemahaman prinsip-prinsip ajaran Islam,
yang mengandung hikmah dan kebaikan untuk semua manusia, terutama sekali
bagi umat islam, untuk menjaga kepuasan bagi sesama pasangan
berdasarkan tujuan awal dari pernikahan yaitu ibadah kepada Allâh, serta
untuk menjaga kelestarian keturunan, disamping suatu wadah penyaluran
hasrat sex yang dimiliki manusia kepada lawan jenis secara sehat dan
bermartabat lagi terhormat. Maka bertakwalah kepada Allâh dan ta`atlah.
Ketahuilah, pada hakekatnya maksud dari syari`at adalah mentaati Allâh
secara mutlak, karena manusia hanya dapat mengkaji, memahami dan
mengamalkannya berdasarkan kemampuan intelektual yang dianugerahkan-Nya.
Dalam berbagai literatur ditemukan banyak fatwa-fatwa ulama tentang
perempuan, berkisar antara profesi dan status perempuan sebagai mitra
laki-laki dalam urusan mu`amalah, namun dalam masalah ibadah, perempuan
mendapat tempat tersendiri. Contoh, perempuan yang haid tidak diwajibkan
melakukan shalat, sampai ia suci, dari haid atau bahkan dalam keadaan
nifas juga termasuk dalam kategori ini. Contoh lain, seorang isteri yang
ingin berpuasa sunat dalam keadaan yang sama ia harus menuhi hasrat
seksual suaminya, pada saat itu, bagi sang isteri tidak ada pilihan
lain, hanya memenuhi hasrat suaminya, dengan ikhlas, akan menjadi ibadah
baginya, melebihi puasanya yang akan dilakukan.
Lelaki (suami) yang
bertaqwa, tentulah tidak meminta istrinya membatalkan puasa, hanya
karena ingin memenuhi hajat libidonya. Hamba yang mukmin dan muttaqin,
tentulah mampu mengendalikan hasratnya.
Demikian Islam
menghormati kaum laki-laki dan menghargai perempuan dengan pahala yang
seharusnya berada dalam keinginan yang tidak terbayangkan. Dan banyak
lagi peluang-peluang terhormat lainnya terkadang diabaikan atau bahkan
meremehkannya. Nabi Muhammad SAW pernah mengisyaratkan, “kalaulah tidak
dilarang makhluk menyembah makhluk, maka akan aku perintahkan isteri
menyembah pada suaminya.”
Begitu berharganya penghormatan yang
diberikan kepada sang suami. Konsekwensi dari penghormatan terhadap
suami (lelaki) ini, maka seorang suami bertanggungjawab terhadap
perlindungan dan kasih sayang tercurah dengan tulus kepada istrinya.
Di mata sang isteri hanya suaminya menjadi sanjungan, setelah kecintaan kepada Allâh dan Rasul.
Maklumilah, bahwa Allah pula yang mewasiatkan kepada setiap manusia
agar menghormati dan berterima kasih kepada kedua orang tua (ayah dan
bunda).
Di sini terletak pokok akhlak mulia itu.
Langganan:
Postingan (Atom)